Aktivis Dakwah jangan Jadi “Playboy Fisabilillah”

parenting hidayatullah

hidayatullahsurabaya.com Siapa tak kenal ustadz Bendri Jaisyurrahman. Biasa di panggil ajo Bendri, beliau adalah pakar parenting yang ceramahnya banyak mengambil contoh-contoh dari kehidupan Rasulullah. Berikut ini salah satu paparannya mengenai pengasuhan terhadap anak yang berkualitas.

berikut ulasan yang dikutif dari laman hidayatullah.com  yang du tuli oleh Rias Andriati  dan di edit langsung oleh tim hidcom yaitu Cholis Akbar

“Adalah hal bagus jika seseorang aktif dalam kegiatan keislam di kampus atau masjid. Hanya saja, menjadi tidak bagus jika sepulang kegiatan justru melahirkan kegiatan yang dilarang syar’i.

Demikian disampaikan Bendri Jaisyurrahman dari Yayasan Sahabat Ayah saat ikut menyemarakkan acara Silaturahmi Akbar (Silakbar) Kerohanian Islam (Rohis) se-Jakarta Timur, Sabtu (04/01/2014) di AQL Islamic Center (AQLIC), Tebet, Jakarta Selatan.

“Islami, sih ikut Rohis. Shalat berjamaah di Masjid. Tapi, pulangnya, jalan bareng sama pacarnya. Begitu akan berpisah, si akhwat cium tangan ikhwan-nya,” kata alumni STID DI Al Hikmah dan Ma’had Utsman Bin Affan, Jakarta itu. Pria yang banyak mengisi kajian keislaman remaja tersebut mengungkapkan “virus merah jambu” yang kerap mendera para aktivis dakwah.

Dalam pemaparannya, ia mempertanyakan kesyar’ian hubungan yang belum diikat dengan pernikahan yang sah.

Walaupun menohok banyak remaja, ucapan Bendri membuat para aktivis Rohis yang berada di depannya, tertawa geli.

Bendri menyebut aktivis dakwah semacam itu sebagai “Playboy Fisabilillah”.

Interaksi sesama aktivis dakwah yang berlawanan jenis, jika tidak hati-hati, menjerumuskan dalam jurang maksiat. Contoh menarik yang dipaparkan Bendri, misalnya seperti saling mengingatkan shalat Tahajud. “Takbirnya paling kencang. Tapi untuk hal semacam itu, justru dia langgar,”ulas pria yang mempelajari ilmu psikologi remaja itu.

Menurut Bendri, suatu kewajaran jika virus itu menjangkiti remaja dan kaum muda. Tidak terkecuali para aktivis dakwah. Hanya saja, ilmu syariah dasar yang sudah mereka dapatkan, seharusnya menjadi tameng perbuatan maksiat.

Selain itu, ia juga menerangkan kekeliruan pemahaman tentang perjuangan seorang aktivis dakwah. Menurutnya, hakikat berjuang di jalan Allah subhanallahu wata’ala itu tidak mengedepankan hal-hal artifisial sementara hal pokok dikesampingkan.

“Kalau nggak hapal nasyid, dibilangnya nggak ngikhwan. Kalau nggak punya jenggot dan celana tidak dari jenis bahan tertentu, juga disebut nggak ngikhwan. Waktu ditanya, kenapa harus begitu? Dia bilang, nggak tahu. Tapi di sisi lain, mereka tidak menghidupkan majelis al Qur’an.”

Menurutnya, saat ini banyak aktivis yang terjebak dalam pemikiran semacam itu. Akibatnya, banyak hal penting terkait program dakwah terabaikan.”

Rep: Rias Andriati Editor: Cholis Akbar (hidayatullah.com)

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *