Ustadz Azhami, Lembut tapi Menggerakkan

Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA

(Mengenang Ulama yang berpulang pada 05/04/2020)

Oleh M. Anwar Djaelani,

Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Dr. Ahzami Samiun Jazuli, MA wafat pada Ahad, 05/04/2020 pukul 06.30. Berita itu menyebar cepat di media sosial. Tak pelak, kepergian ulama ahli tafsir berpenampilan tenang itu mengundang duka banyak orang. Tak hanya itu, berbagai kesan indah atas akhlaq dan semangat dakwahnya yang berdaya gugah bermunculan.

Agar Menang
Ustadz Azhami -dosen di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta-, memang istimewa. Boleh jadi, kesan yang paling kuat atas pribadinya adalah spirit dakwahnya yang bergelora sekaligus usahanya yang terus-menerus dalam menyiapkan dan menyemangati kader dakwah. Mari rasakan, gelegak ghirahnya –antara lain- di video berjudul “Kemenangan Dakwah” bertahun 2018 berikut ini.

Dengan sepenuh keyakinan atas apa yang disampaikannya, Ustadz Ahzami memberi nasihat: “Hidup adalah pertarungan”. Bagi kaum beriman, di pertarungan itu mereka di pihak fii-sabilillah, yaitu “Untuk mempertahankan dan memenangkan kebenaran”. Sementara, di pihak seberang, mereka bertarung di jalan thaghut. “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut” (QS An-Nisaa’ [4]: 76).

Di setiap pertarungan, lanjut Ustadz Ahzami, adalah fitrah jika kita menginginkan kemenangan. Di titik ini, sungguh jangan pernah sombong, sebab tak ada kemenangan kecuali dari sisi Allah. “Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah” (QS Al-Anfaal [8]: 10).

Kapan kita mencapai kemenangan? “Ketika hubungan kita dengan Allah baik,” kata Ustadz Ahzami. Terkait ini, “Jangan sampai kader dakwah berharap menang tapi tak menghadap Allah. Dekatilah Allah. Meski dana ada, pendukung ada, tapi –sekali lagi- yakini kemenangan itu dari Allah,” tegas Ustadz Ahzami.

Hal lain, urai Ustadz Ahzami lebih jauh, “Jangan cari kemenangan dengan cara-cara makhluq yang dimurkai Allah. “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya’ kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan” (QS Al-Anfaal [8]: 47).

Di akhir video pendek –dua menit- itu, Ustadz Azhami dengan ekspresi yang terjaga sepenuh penghayatan, menutup: “Mari mendekat kepada Allah agar kita dimenangkan. Seluruh kader, berdakwah –bersatu-, di bawah panji-panji Allah”.

Jejak dan Kesaksian
Ustadz Ahzami meninggal di rumahnya, di lingkungan Pondok Pesantren Yayasan Perguruan Islam Darul Hikmah (YAPIDH). Lembaga pendidikan yang disebut terakhir ini terletak di Kp. Pedurenan Jatiluhur Jatiasih Bekasi, mulai dari jenjang KB-TK sampai Perguruan Tinggi. Di situ, Almarhum adalah pendiri sekaligus pengasuhnya.

Sebuah sumber yang bisa dipercaya, berkisah. Bahwa, Sabtu sore sehari sebelum wafatnya, Ustadz Ahzami masih terlihat berjalan-jalan. Kala itu, sempat mampir ke rumah salah seorang kerabatnya dan bilang, “Kita cerita tentang Surga saja, jangan cerita Corona”. Setelah itu, malam, beliau mengeluh sakit di dada. Kemudian, Ahad subuh esoknya, masih menjadi imam shalat di masjid di lingkungan YAPIDH. Biasanya, beliau membaca qunut nazilah. Tapi hari itu, tidak. Mungkin, karena sudah tidak merasa nyaman dengan sakit di dadanya. Sepulang dari masjid, di tengah jalan, dipapah orang. Sampai di rumah, pingsan. Sempat sadar sebentar, dan dipanggilkan dokter. Tapi, inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun- pukul 06.30 beliau wafat. Sebuah akhir hidup yang insya-Allah indah!

Sementara, bersumber dari salah seorang mahasiswanya –di Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin (STIU) Darul Hikmah-, ada petikan kalimat Ustadz Azhami yang lain di percakapan Sabtu sore itu. “Sekarang, kita tak usah takut Corona. Ingat Surga saja. Sudah bosan saya seperti ini; Mengajar, tidak. Ceramah, tidak. Sudah, lebih baik di Surga saja saya,” kata Ustadz Ahzami. Allahu-Akbar!

Masih relatif muda saat Ustadz Ahzami meninggal, umur 58 tahun. Almarhum, lahir pada 24/06/1962 di Pati, Jawa Tengah. Sejak kecil, dekat dengan kehidupan pesantren.

Pendidikan agamanya, dari tingkat dasar sampai menengah di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum Guyungan, Pati. Setelah itu, dia melanjutkan studinya di Riyadh, Arab Saudi. Dia mengambil jurusan Ulumul Qur’an di Universitas Islam Muhammad bin Saud, lengkap S1 sampai S3.

Tesisnya -“Al-Hijrah fil Qur’an”- dan disertasinya -“Al-Hayah fil Qur’an” telah diterjemahkan dan diterbitkan dalam bentuk buku. Dalam bahasa Indonesia, kedua buku itu masing-masing berjudul: “Hijrah dalam Pandangan Islam” dan “Kehidupan dalam Pandangan Islam”. Tentu saja, bersama berbagai jejak dakwahnya yang lain, insya-Allah karya tulis tersebut bernilai sebagai amal jariyah dan sangat bermanfaat bagi umat.

Aktivitas sehari-hari Ustadz Azhami lekat dengan dunia pendidikan. Di YAPIDH, misalnya, selain sebagai pendiri juga mengajar di STIU Darul Hikmah yang mulai berdiri pada 2003.

Ustadz Azhami dikenal luas, terlebih karena tampilnya beliau sebagai penceramah di sejumlah TV. Juga, aktivitasnya sebagai pemateri di sejumlah kajian, seminar, serta ceramah-ceramah berskala nasional dan internasional. Ustadz Ahzami berdakwah lintas golongan.

Bagi santrinya, ada pesan Almarhum yang tak mudah dilupakan. “Silakan kalian berkuliah di mana saja. Di UI, UGM, ITB, atau kampus mana saja di seluruh dunia, asal kalian ingat satu hal. Sebagai santri lulusan pondok pesantren, kalian adalah Sufarud Dakwah (Duta-Duta Dakwah). Tetap sebarkan ajaran Islam di manapun berada. Jadilah Duta Dakwah di seluruh dunia dan tetap berada dalam lingkaran tarbiyah Islamiyah,” demikian nasihat Ustadz Ahzami di salah sebuah acara kelulusan santri.

Ustadz Azhami tumbuh-kembang di lingkungan keluarga pendakwah. Lewat akun Instagram-nya, pada 05/04/2020 Mohamad Fauzil Adhim menulis: “Ayahnya seorang kyai NU yang sangat dihormati.” KH Samiun Jazuli, sang ayah, adalah sosok kyai yang aktif dalam Bahtsul Masail bersama-sama dengan antara lain KH Sahal Mahfudh.

Hal yang menjadikan “Bahtsul Masail itu lebih berwibawa adalah karena kehadiran dua kyai paling disegani, yakni KH Abdullah Zain Salam serta KH A. Suyuthi Abdul Qadir dari Guyangan. Kelak, KH Samiun Jazuli mengirimkan anaknya yang bernama Ahzami untuk belajar di Guyangan, dari tingkat paling awal hingga menyelesaikan Madrasah Aliyah”. Alumni dari madrasah yang disebut terakhir itu, “Tidak dapat disamakan dengan sekadar lulusan MAN di masa sekarang ini,” tulis Fauzil Adhim.

Kesibukan utama Ustadz Ahzami adalah mengajarkan ilmu-ilmu agama sebagaimana ayahnya. Di UIN Jakarta, misalnya, dia mengajar di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

Keluarga yang dibinanya, juga keluarga pendakwah. Misal, Umar Ahzami -salah satu putranya- lulusan Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA). Menantunya, juga lulusan LIPIA. Pendek kata, keluarga besar Ustadz Azhami adalah keluarga pendakwah.

Beliau dikaruniai 10 orang anak, 6 laki-laki dan 4 perempuan. Juga, dikaruniai 9 orang cucu. Di antara 10 anaknya, 8 orang telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an.

Kecuali hal di atas itu, kata mereka yang mengenal Ustadz Ahzami, sudah banyak kader Almarhum. Hal ini terjadi, antara lain karena keteladanan yang diberikannya membekas dalam kenangan banyak orang dan terlebih lagi bagi para muridnya.

Jazuli Juwaini -Ketua Fraksi PKS DPR-RI-, menganggap Ustadz Ahzami sebagai gurunya dan guru bagi kader dakwah lainnya. “Kami di Fraksi PKS sangat dekat dengan beliau dan acapkali meminta nasihat tentang masalah-masalah keumatan yang perlu kita advokasi di parlemen,” ungkap Jazuli Juwaini.

Banyak kesan indah atas Ustadz Ahzami. Misal, Ustadz Ahzami dikenal, pertama: Istiqomah, penggerak, berilmu tinggi, dan tawadhu’ (rendah hati). Perhatikanlah kesan Samson Rahman berikut ini. Samson Rahman –penerjemah buku fenomenal La Tahzan-, menyebut bahwa Ustadz Ahzami adalah “Salah seorang penggiat dakwah yang gigih tanpa kenal lelah. Penyemangat generasi muda Islam yang luar biasa. Lurus jalan Islamnya. Tinggi ilmunya, rendah hati perilakunya. Tak ada keangkuhan di wajahnya”.

Ustadz Azhami itu penggerak. Hal “Yang hebat dari Ustadz Ahzami, bahwa beliau bisa mengubah masyarakat yang awam dari nilai Islam menjadi masyarakat yang Islami,” tutur Ustadz Farid Achmad Okbah. Tokoh yang disebut terakhir ini adalah pimpinan dari Pesantren Tinggi Al-Islam di Jati Melati, Pondok Melati, Bekasi.

Sebagai penggerak, aktivitas dakwah dari Ustadz Azhami banyak memberikan manfaat, termasuk secara ekonomi. Dalam catatan Dr. Prima Naomi –dosen dan tinggal di Bekasi-, pesantren Almarhum juga bisa menggerakkan ekonomi di sekitarnya. Di situ, “Ada minimart, ada ruko yang menjual baju Muslim, optik, dan tempat makan. Juga, ada kolam renang yang dalam jadwal pemakaiannya ada hari khusus untuk wanita. Ada juga, dengan bekerja sama dengan pihak lain, usaha Biro Perjalanan Haji dan Umroh,” kata wanita aktivis ini.

Masih sebagai penggerak. Perhatikanlah YAPIDH yang didirikannya. Lembaga pendidikan tersebut punya Dasar Pemikiran: Bahwa, “Para santri dan santriawati adalah cerminan dan kelompok yang bertakhasus dalam mempelajari ilmu syar’i agar bisa menjadi penyeru bagi kaumnya”. Mari, garis bawahi: Ustadz Ahzami –lewat YAPIDH- menggembleng para santri (baca: kader) untuk “Menjadi penyeru bagi kaumnya”.

Kedua, Ustadz Azhami bisa jenaka. Berikut ini contoh nasihat yang dikemas secara jenaka. Caranya, melakukan “sintesis” antara bahasa Arab dan Indonesia. Misalnya, kepada santrinya dia kerap berpesan: “Wa laa yatafaccaruun!” Kalimat itulah yang diucapkannya untuk melarang para santri berpacaran. Hal ini, karena selain melanggar ajaran agama, berpacaran juga merupakan hal sia-sia yang membuat remaja lalai dalam belajar.

Ketiga, Ustadz Azhami guru dari banyak orang dan disukai. Dr. Prima Naomi –nama ini telah disebut di atas, memberi contoh sederhana. Bahwa, Ustadz Ahzami adalah “Guru banyak orang, karena YAPIDH itu mengelola dari KB-TK sampai Perguruan Tinggi”. Itu di satu “titik dakwah. Sementara kita tahu, langkah dakwah beliau ke mana-mana. Kecuali itu, cara Ustadz Azhami menyampaikan materi yang lembut tapi meyakinkan dan pendekatan personalnya yang menawan, membuat Almarhum sangat disenangi banyak orang dan murid. Terhadap mahasiswa yang sedang beliau bimbing pembuatan karya tulisnya, misalnya, beliau sangat membantu.

Keempat, Ustadz Azhami pejuang dakwah di banyak jejak. Benar, jejak dakwahnya memang panjang. Misal, sekadar untuk menyebut contoh, Ustadz Azhami pernah menjadi Ketua Lajnah Pembebasan Masjidil Al-Aqsha – Palestina. Pernah pula, aktif sebagai anggota Dewan Syariah Pusat sebuah Partai Dakwah.

Doa dan Tuturan Indah
Banyak yang bersedih atas berpulangnya Ustadz Azhami sekaligus mendoakannya. Salah satunya, Dr. Mu’inudinillah Basri MA. Dia –yang dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta- adalah salah seorang sahabat Almarhum.

Di hari wafatnya Ustadz Azhami, Dr. Mu’inudinillah berkesaksian: “Telah wafat hari ini menyambut panggilan Allah, saudara dan sahabat kami yang istiqomah di jalan dakwah, Ustadz Syekh Dr. Ahzami Samiun Jazuli. Beliau mufassir, ‘aalim rabbany, murabbi, dan mursyid.” Selanjutnya, Mudir Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an (PPTQ) Ibnu Abbas – Klaten itu, berdoa: “Semoga Allah mengampuni guru kita – Syekh Ahzami-, meninggikan derajatnya dengan menempatkannya di surga. Semoga Allah memberikan kesabaran bagi keluarga beliau dan pahala yang besar.”

Selamat jalan Ustadz Azhami Syamiun Jazuli! Insya-Allah Anda termasuk golongan yang husnul khotimah. Insya-Allah Anda tergolong sebagai orang-orang yang shalih dan menjadi buah tutur yang baik bagi orang-orang yang sekarang dan yang akan datang. Yaa Allah, semoga Engkau lekas hadirkan penggantinya, yang sama baik atau yang lebih baik lagi. Aamiin. []


*Dari berbagai sumber, 07/04/2020

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *