حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَعَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ قَالَا حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ وَهُوَ ابْنُ جَعْفَرٍ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ فَقَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
Qutaibah bin Sa’iid dan ‘Aliy bin Hujr menceritakan kepada kami, keduanya berkata, Ismaa’iil –dia adalah Ibnu Ja’far- menceritakan kepada kami, dari Al-‘Alaa’, dari Ayahnya, dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut itu?”
Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut diantara kami adalah orang yang tidak mempunyai dirham dan tidak pula harta kekayaan.”
Rasulullah pun menjelaskan, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari kalangan umatku adalah orang yang datang di hari kiamat nanti dengan pahala amalan shalat, puasa dan zakat namun ia selalu mencaci-maki, menuduh, memakan harta, menumpahkan darah serta memukul orang lain. Maka diberikanlah bagian dari pahala kebaikannya untuk orang-orang yang ia sakiti tersebut. Apabila pahala kebaikan miliknya telah habis sebelum terpenuhinya pembalasan atas perbuatan zhalimnya, diambillah dari dosa-dosa mereka kemudian dialihkan kepadanya, lantas ia pun dilemparkan ke dalam neraka!” [Shahiih Muslim no. 2584; Kitab Al-Birr, Bab Haramnya Perbuatan Zhalim]
Pelajaran yang terdapat di dalam hadits:
1- Orang yang tidak punya harta atau hartanya habis karena hutang bukanlah bangkrut secara hakikat, karena bangkrut di dunia akan hilang dengan sendirinya jika ia wafat, atau jika ia diberi kemudahan rezeki oleh Allah Ta’ala yang membuat kesulitannya terangkat.
2- Bangkrut secara hakikat adalah berkurangnya sedikit demi sedikit dari pahala-pahala kebaikan seseorang yang ia kerjakan semasa hidupnya, baik itu amalan-amalan shalihnya seperti shalat, puasa, zakat ataupun perbuatan-perbuatan baik hasil muamalahnya, pahala-pahala tersebut diberikan kepada orang-orang yang pernah ia sakiti, ia tuduh dengan tanpa haq, ia caci maki, ia tumpahkan darahnya hingga ia pun menzhaliminya.
Hingga sampailah ia pada keadaan semua pahala miliknya telah habis sementara pembalasan atas perbuatan zhalimnya kepada manusia belumlah selesai, maka diambillah dosa-dosa dari orang-orang yang ia zhalimi, kemudian dosa-dosa tersebut ditimpakan kepadanya dan dilemparkanlah ia ke dalam api neraka. Sempurnalah ia menjadi orang yang binasa, merugi dan bangkrut.
3- Kebangkrutan secara hakiki ini terjadi di akhirat, ketika hari Mahsyar disaat tidak ada hakim yang adil lagi bijaksana melainkan Allah Al-Hakiim.
4- Semua perbuatan, baik itu perbuatan jahat maupun perbuatan baik, akan dibalas dengan balasan yang seadil-adilnya di hari Mahsyar dan tidak akan menzhalimi pihak manapun.
5- Hadits ini adalah khabar akan Maha Adilnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada hamba-hambaNya. Diantara hikmahnya adalah, orang yang senantiasa dizhalimi ketika di dunia akan merasakan karuniaNya di akhirat nanti. Oleh karena itu, selayaknya ia bersabar akan keadaan yang ia alami dengan tetap berdo’a kepada Allah memohon kebaikan dunia dan akhirat serta kesabaran yang tetap.
6- Perbuatan zhalim adalah salah satu bagian dari dosa-dosa besar.
Tema hadist yang berkaitan dengan Al Qur’an:
1- Orang yang zhalim itu dihukum sebab perbuatan dan dosanya. Lalu dihadapkan kepadanya hak-hak bagi para korban kezhalimannya, maka diberikanlah kepada mereka (orang-orang yang ia zhalimi tersebut) dari pahala-pahala kebaikan si pelaku kezhaliman.
Tatkala telah habis pahala-pahala kebaikannya, maka diambillah dosa-dosa dari korban-korbannya lantas dipikulkan kepadanya. Jadi, hakikat hukumannya adalah sebab-musabab dari kezhalimannya dan ia tidak dihukum tanpa ada kesalahan yang diperbuatnya itu.”
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“Dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.” (Az-Zumar : 7)
2- Tidak ada dosa-dosa yang lebih besar daripada perbuatan zhalim, karena jika dosamu itu adalah dosa antara dirimu dengan Allah Ta’ala, maka sesungguhnya Allah Ta’ala Maha Mulia dan (boleh jadi) Dia memaafkanmu. Namun apabila dosa itu adalah dosa antara dirimu dengan para hamba, maka tidak ada celah bagimu untuk bebas kecuali dengan ridha lawanmu.
Oleh karenanya dianjurkan bagi orang yang berbuat zhalim agar bertaubat dari perbuatan zhalimnya dan meminta maaf terhadap orang yang dizhalimi di dunia. Jika ternyata ia tidak mampu melakukannya, maka ia harus beristighfar dan berdo’a untuknya, berharap agar orang yang dizhaliminya tersebut telah memaafkan perbuatannya.”
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أُولَئِكَ يُعْرَضُونَ عَلَى رَبِّهِمْ وَيَقُولُ الأشْهَادُ هَؤُلاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah? Mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan para saksi akan berkata Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim.[Hud:18]