Lebih Produktif di Sepuluh Akhir

Lailatul Qodr
Lailatul Qodr
Ilustrasi Ibadah, sumber pixabay

Kita bersyukur, Allah beri kesempatan kita menikmati sepuluh akhir Ramadhan di tahun ini. Oleh karena itu, semangat beribadah –dalam pengertian luas- harus kita naikkan dan jangan sebaliknya. Kita harus lebih produktif –bahkan dalam hal kerja-kerja kemanusiaan- di hari-hari yang terbilang istimewa ini.

Kisah-kisah Itu

          Sepuluh akhir Ramadhan memang istimewa. Misal, kehadiran Lailatul Qadr berpeluang besar di periode itu. Mengingat keutamaan Lailatul Qadr, maka akan merugi jika semangat kita justru mengendor. Lawanlah mitos salah seperti “Saya sudah mulai capai”, “Sekarang, waktu untuk menyiapkan lebaran”, dan hal-hal lain yang serupa itu.

Untuk lebih menaikkan semangat kita, mari kita buka sejarah. Kita baca kisah-kisah prestasi gemilang yang justru didapat umat Islam di dalam bulan Ramadhan. Kisah-kisah memang perlu kita baca, untuk memenuhi Titah Allah ini: “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal”(QS Yusuf [12]: 111).

Mari buka sejarah Islam dan juga sejarah Indonesia. Ternyata, terdapat fakta bahwa banyak prestasi cemerlang yang justru terjadi di bulan Ramadhan. Hal itu menunjukkan bahwa tak ada -misalnya- “pengurangan jam kerja” di Ramadhan.

Catatan yang ada, bahkan prestasi umat Islam malah meningkat. Simaklah sekadar untuk menyebut sedikit contoh dari berbagai capaian emas umat Islam di bulan Ramadhan, berikut ini.

Lihat Perang Badar! Perang ini terjadi pada Ramadhan tahun ke-2 Hijriyah. Pada malam menjelang perang di esok harinya, Rasulullah Saw lebih banyak mendirikan shalat. Lalu, ketika peperangan kian berkobar, seraya menghadap Kiblat Rasulullah Saw berdoa: “Yaa Allah, jika pasukan ini binasa maka tak akan ada lagi yang akan menyembah-Mu di muka bumi ini”.

Menjawab doa tadi, turunlah ayat ini: Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: ‘Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu Malaikat yang datang berturut-turut’.” (QS Al-Anfal [8]: 9).

Singkat kata, perang itu dimenangkan umat Islam. Padahal, kala itu, 300-an umat Islam yang rata-rata terdiri dari “orang-orang biasa” dan tanpa persenjataan yang memadai melawan 1000-an pasukan Quraisy yang terlatih dan dengan persenjataan lengkap.

Perhatikan pula Fathu Mekkah atau Pembebasan Kota Mekkah yang terjadi di bulan Ramadhan di tahun ke-8 Hijriyah. Rasulullah Saw beserta 10.000 pasukan masuk ke Mekkah karena Perjanjian Hudaibiyah telah dilanggar oleh kaum kafir Quraisy.

Kaum Muslimin memasuki Mekkah dengan santun dan memberi rasa aman bagi siapapun. Hal ini menakjubkan kaum kafir Quraisy yang sebelumnya mengetahui bahwa di setiap penaklukan terjadi pembantaian. Di titik ini, kaum kafir Quraisy semakin terpesona dengan akhlak Rasulullah Saw dan pasukannya karena mereka tidak melakukan apa yang mereka bayangkan. Akibatnya, banyak penduduk Mekkah yang masuk Islam. Dengan demikian, inilah tonggak kemenangan gemilang umat Islam khususnya bagi kaum Muhajirin yang dulunya terusir oleh kaum kafir Quraisy dari Tanah Air mereka sendiri.

Lihat-lah pula kemenangan umat Islam dalam Perang Tabuk melawan pasukan Rumawi. Perang pada tahun ke-9 Hijriyah ini menjadi perang terakhir yang diikuti langsung oleh Nabi Muhammad Saw.

Prestasi lain yang juga tercatat sejarah adalah pada Ramadhan tahun ke-92 Hijriyah. Kala itu Thariq bin Ziyad memasuki Andalusia (Spanyol). Masuknya Thariq dan pasukannya menandai dimulainya penegakan peradaban Islam selama hampir delapan abad di Andalusia. Saat itu, Andalusia menjadi ”Kiblat” ilmu pengetahuan dan peradaban manusia di zamannya.

Adakah contoh yang agak baru? Cermatilah kemenangan umat Islam (dalam hal ini pasukan Mesir) atas tentara Israel. Saat itu -10 Ramadhan 1393 Hijriyah atau 6 Oktober 1973- Benteng Barlev yang dikuasai Israel dan diklaim tidak akan mungkin terbobol selamanya, ternyata dapat dihancurkan.

Di Indonesia? Pada 22 Ramadhan 933 Hijriyah atau 22 Juni 1527, Fatahillah merebut Sunda Kelapa dari Portugis. Fatahillah -ulama dan panglima- langsung mengganti nama bandar di Teluk Jakarta itu menjadi Jayakarta. Nama ini diambil dari QS Al-Fath [48]: 1, bahwa Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”.  Di kemudian hari, Jayakarta terkenal sebagai Jakarta.

Lihat pula saat Indonesia -sebuah negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam- memroklamasikan kemerdekaannya. Peristiwa yang sangat penting itu terjadi pada 9 Ramadhan atau 17 Agustus di tahun 1945. Kita-pun tahu, betapa sibuknya para pejuang di hari-hari sebelum proklamasi itu: Ada rapat, ada perdebatan, dan ada pula “penculikan” Soekarno-Hatta.

Dengan melihat (sebagian) prestasi gemilang umat Islam di bulan Ramadhan seperti tergambar di atas, maka pastilah Ramadhan bukanlah bulan yang di dalamnya kita boleh “mengurangi jam kerja” dan mengendurkan produktivitas. Justru sebaliknya, di bulan yang penuh berkah itu kita harus memenuhinya dengan aneka prestasi seperti yang pernah diukir para pendahulu kita.

Produktif, Produktif!

Produktif di Ramadhan itu spiritnya harus semakin menaik sampai nanti kita bertemu dengan 1 Syawal. Kita ukir “babak final” sepuluh akhir Ramadhan ini dengan berbagai capaian prestasi maksimal yang bisa menerbitkan Ridha Allah dan sekaligus mendatangkan kebaikan di bumi-Nya. Sungguh, mari syukuri sehat kita dengan lebih produktif. [anw]

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *